Rabu, 29 Juni 2011

Nasib Nelayan Marunda Kian Terpuruk, Anak Batal Sekolah!

MARUNDA- Nasib ratusan nelayan di pesisir Pantai Marunda, Cilincing kian hari makin memprihatinkan. Tempat mencari nafkahnya di laut sekarang ini sangat sulit untuk mendapatkan hasil tangkapannya. Akibat limbah yang sering membanjiri pesisir, larangan membuat sero di bibir pantai begitupun tambak-tambak nelayan yang kerap dilanda banjir rob membuat nelayan bingung harus berbuat apa. Sementara kebutuhan hidup sehari-hari meski dipenuhi.

Aslyik 52, Ketua Nelayan Pantai Pesisir Al-Alam Marunda menuturkan, Sedikitnya ada 118 nelayan yang tergabung dikelompoknya ini sudah 3 bulan tak bisa melaut untuk mencari ikan. Bahkan sebagian ada yang beralih profesi menjadi tukang ojek, kuli bangunan bahkan memungut sampah laut yang bisa dimanfaatkan jadi uang.  Karena penghasilan pas-pasan ini, banyak dari keluarga nelayan yang mengkorbankan anaknya putus sekolah.Bahkan jumlahnya mencapai puluhan.

"Akibat penghasilan melaut sudah tak ada, banyak dari nelayan di Marunda yang hidupnya pas-pasan bahkan harus mengkorbankan anaknya tidak sekolah" kata Aslyik.

Seperti yang dialami anggotanya Emin 45 ayah beranak dua warga RT 3/7 Marunda ini terpaksa tidak sanggup untuk membiayai kedua anaknya bersekolah lagi. Rohma 12 tahun harus putus sekolah ditengah jalan duduk di kelas 5 SD. Padahal Iwan ingin sekali bisa bersekolah seperti teman-teman lainnya.

"Mau sih pak sekolah lagi, begitu juga adik saya Iwan yang batal masuk ke kelas 1, karena bapak sama ibu engga punya uang untuk biaya sekolah" kata Rohma didampingi Aslyk Ketua  Kelompok Nelayan Al-Alam Marunda.

Begitupun dialami Ani 47, warga RT 6/7 Marunda terpaksa tidak mampu lagi menyekolahkan anaknya lantaran tak punya biaya kebutuhan untuk pendidikan anaknya. Kini Dewi 13, hanya bisa sekolah sampai di kelas lima saja. "Habis mau gimana lagi mas! penghasilan pas-pasan, biaya kebutuhan sekolah seperti perlengkapan dan uang buku harus membayar. Sementara untuk makan saja kembang kempis" keluhnya.

Ani yang kesehariannya hanya pedagang makanan dan minuman di pantai Marunda dan suaminya Mursal 48 pengemudi ojek motor ini hanya bisa pasrah dan berharap  ada solusi dari pemerintah.

Fhilis Sudianto Pemerhati Lingkungan Sosial Dan Pendidikan Jakarta Utara kurang pengawasan dan kontrol pihak instansi pendidikan terhadap anak-anak putus sekolah di kawasan pesisir pantai ini akibat kondisi ekonomi keluarganya. Meski Pemda DKI Jakarta sudah menjelaskan pendidikan gratis dan wajib bagi anak-anak untuk mendapatkan sekolah 9 tahun.

"Wajar jika masih banyak anak-anak di pesisir pantai ini putus sekolah, ini disebabkan kurang pengawasan, kontrol serta masih ada pungutan yang membebani orangtua murid. Untuk itulah Pemerintah tanggap, agar anak-anak yang putus sekolah tadi bisa merasakan pendidikan" tuturnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar