Sabtu, 02 Juli 2011

Masalah Kemiskinan Di Jakut Belum Tuntas!

Jakarta Utara yang membujur di sepanjang pantai Teluk Jakarta itu memang menjadi etalase DKI Jakarta. Wilayah kota ini menjadi pintu masuk ke Ibu Kota dari laut karena di sana terletak Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Muara Baru, Pelabuhan Marina-Ancol, dan pelabuhan-pelabuhan nelayan lainnya.

Pantai dan laut memang menjadi kelebihan Jakarta Utara dibandingkan dengan wilayah kota lainnya di Jakarta, selain Kabupaten Kepulauan Seribu. Selain pantai, Jakarta Utara mempunyai wisata sejarah, wisata religi, wisata alam, dan juga wisata kuliner.Jakarta berulang tahun ke 484 tahun, bagi Jakarta Utara berharap kedepannya lebih baik lagi. Terutama permasalahan-permasalahan sosial dan ekonomi masyarakatnya. Lihat saja, dari Kecamatan Penjaringan berjajar Pusat Pelelangan Ikan Muara Karang sekaligus pusat kuliner makanan hasil laut. Lalu ada Masjid dan Makam Luar Batang, ada Galangan Kapal VOC, Pelabuhan Sunda Kelapa, Islamic Center, Gereja Tugu dengan Kerontjong Toegoe, Stasiun Tanjung Priok, dan lainnya.

Selain wisata, di Jakarta Utara juga terdapat sentra industri perikanan, sentra perdagangan kayu, sentra pergudangan dan perdagangan, serta sentra perkantoran, permukiman, dan perbelanjaan.

Potensi wisata yang dimiliki Jakarta Utara memang luar biasa. Bambang melihat, andaikan saja potensi ini dapat dikembangkan lebih besar, tentu akan meningkatkan kehidupan masyarakat Jakarta Utara.

Keinginan wali kota untuk mengembangkan wisata agaknya bukan perkara mudah. Soal infrastruktur, anggaran, hingga sumber daya manusia, masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Namun, semua kendala itu bukan untuk dihindari. Pengembangan wisata pesisir tidak bisa menunggu semua pekerjaan rumah itu dibenahi, baru wisata dikembangkan. ?Semua harus berjalan bersama. Sambil mengembangkan, sambil membenahi,? ujar Bambang.

Penggusuran

Dari segala upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Jakarta Utara, persoalan yang paling pelik adalah penggusuran. Jakarta Utara yang luasnya 139,5 kilometer persegi mempunyai beberapa titik permukiman kumuh. Misalnya saja di bantaran kali, jalur hijau, kolong tol,kawasan Gree Area dan juga hunian di lingkungan yang status kepemilikan tanahnya tidak jelas. Beberapa kali masalah penggusuran menjadi menonjol di wilayah ini. Contohnya masalah pembebasan lahan Tol JORR di Kalibaru, Cilincing yang belum tuntas, Waduk Pluit, pemukiman liar di bantaran Kali Cakung Lama dan lainnya. Begitupun dengan penggusuran di Taman BMW, hingga kini masih bersengketa.

PKL

Masalah PKL yang masih menjadi persoalan hingga kini belum juga dituntaskan. Seperti PKL di lorong 104 Permai yang masih berdagang meski tidak harus kucing-kucingan, PKL Islamic Center, PKL Perempatan Semper di atas Trotoar, PKL di Jalan Yos Sudarso (Samping Astra), PKL jalan Pluit Selatan Raya, PKL Jalan Warakas, PKL Jalan Tipar Cakung dan lainnya.  Akibatnya timbul kesemerawutan dan membuat akses jalan jadi macet.

Pendatang
Terkait masalah kemiskinan, penduduk pendatang yang mengadu nasib di Jakarta Utara patut menjadi perhatian Pemko Jakarta Utara. Saat ini di Jakarta Utara tercatat ada 54.827 rumah tangga sasaran yang masuk kategori miskin. Rata-rata mata pencaharian mereka adalah buruh pabrik dan pelabuhan, nelayan, dan sektor informal.

Mereka yang bekerja di tiga sektor ini sebagian besar adalah pendatang. Lokasi Jakarta Utara yang mempunyai pelabuhan menjadi pintu masuk bagi orang-orang di luar Jakarta. Sementara di wilayah kota ini sendiri terdapat pelabuhan dan kawasan industri, yakni Kawasan Berikat Nusantara Cakung dan Marunda.

Selain itu banyak pendatang yang bekerja menjadi nelayan jaring, nelayan sero, dan sebagainya. Belum lagi sektor-sektor informal, seperti pedagang kaki lima, tukang becak, ojek sepeda, dan pekerja seks komersial.

Para pendatang membutuhkan tempat tinggal yang murah, yang bisa terjangkau dengan pendapatannya. Akhirnya mereka menempati lahan-lahan kosong yang dibiarkan oleh pemiliknya.

Dalam waktu yang singkat, kawasan kosong itu langsung dipenuhi oleh bangunan liar. Apabila menunggu sedikit lebih lama, gubuk-gubuk itu berubah menjadi bangunan semipermanen dan lalu permanen penuh. Ada juga yang berubah menjadi rumah petak kontrakan sehingga membuat kawasan itu semakin padat dan kumuh.

Kepadatan penduduk ini menimbulkan risiko lain. Kawasan yang padat sangat rentan terhadap musibah kebakaran, kesehatan, keamanan, dan kebersihan. Masalah ini tentu tidak sejalan dengan impian menjadikan Jakarta Utara menjadi destinasi wisata utama di DKI Jakarta.Dengan alasan itulah (tentu saja ini bukan alasan satu-satunya), Pemkot Jakarta Utara mulai membenahi kawasan-kawasan kumuh. Perlawanan pasti didapat sehingga pemerintah harus bijak agar tidak jatuh korban.

Patut diakui, saat penggusuran terhadap 700 lapak yang ada di Jalan Lorong 104, Pemkot jakarta Utara telah mengambil tindakan tepat, yakni menggusur pada pagi hari. Saat itu, para pedagang sudah selesai berjualan dan tidak ada masyarakat umum di jalan. Namun, penggusuran dengan damai ini tidak ada artinya jika tidak ada kelanjutannya. Lahan dibiarkan kosong lama tanpa penjagaan sehingga ditempati oleh pencari tempat tinggal. Jika sudah begini, anggaran dan peluh yang telah dikeluarkan akan sia-sia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar